Minggu, 18 Desember 2011

Motivasi [Mintalah Saran Daripada Uangnya]

Meminta uang dari orang lain sangatlah sulit, jadi putuskan untuk memperoleh semua pendanaan yang Anda perlukan tanpa memintanya. 
Jangan ketawa. Saya pernah melakukannya, seorang sahabat saya pernah melakukannya dan saya yakin Anda juga pasti bisa.

Inilah yang sahabat saya lakukan. 
Seorang sahabat saya, sebutlah namanya Budi, menemukan sebuah penawaran Investasi Properti yang luar biasa. Ia melakukan hitungan – hitungannya. Ia periksa lagi dan periksa sekali lagi. Ia tahu ini sangat menguntungkan. Akan tetapi, ia perlu 3 Milyar untuk mewujudkan rencananya. Ia tidak punya 3 Milyar waktu itu, mendekati 3 Milyar pun tidak. Jadi, ia tawarkan ide-nya tersebut ke sejumlah bank dan yang ia dapatkan adalah penolakan.

Lalu ia datang menemui saya, terus terang saya pun bingung. Saya akui ide-nya tentang bisnis properti tersebut luar biasa dan sangat profitable namun membutuhkan pendanaan yang cukup besar. Saya kemudian teringat sebuah pepatah, saya bilang sama dia. “Nang, tidak ada orang gagal, yang ada orang berhenti mencoba. Yang diperlukan hanyalah merubah strateginya”, demikian kata saya kepadanya. Kata-kata itu meluncur begitu saja karena saya ingin ia tetap bersemangat. Apa yang terjadi, sahabat saya tersebut betul-betul merubah strateginya.

Ia putuskan pergi ke Bank lagi dan kali ini tidak meminta uang. Ia putuskan meminta saran saja. Ia biarkan ide-nya yang berbicara. Ia kenakan pakaian yang sangat rapih, pinjam mobil mewah dan menemui kepala cabang sebuah bank setempat.

“Pak Kepala Cabang”, kata dia, ”Saya tahu Anda sangat sibuk sekali, tapi saya perlu sedikit waktu Anda. Saya tidak ingin uang, tapi sangat menginginkan saran Anda sebagai seorang Kepala Cabang berpengalaman”, demikian kata sahabat saya. Percayalah, orang sulit menolak ketika dimintai saran.

“Tidak apa – apa”, jawabnya Kepala Cabang, “Saran apa yang Anda perlukan?”

Bagian pertama rencana sahabat saya berhasil. Ia berhasil mendapatkan perhatian si Bankir. Selanjutnya, ia tunjukkan rencana yang ia buat kepada Kepala Cabang tersebut.

“Saya baru mulai tapi rasanya saya menemukan sesuatu yang sangat menguntungkan. Coba Anda cermati angka–angka ini dan katakan pendapat Anda”, demikian kata sahabat saya tersebut.

Sementara Kepala Cabang tersebut membaca rencana yang ia berikan, ia jelaskan bahwa tujuannya adalah membangun rumah murah. Ia tujukkan padanya beberapa foto kondisi properti tersebut sekarang dan kondisi kelak setelah ia membenahinya. Ingat, ia hanya minta saran, bukan uang.

Kepala Cabang menaruh rencana tersebut dan memohon diri sebentar. “Sebentar,” katanya.

Sepuluh menit kemudian, Kepala Cabang itu kembali bersama sejumlah anak buahnya, yang memperkenalkan diri sebagai Kepala Kredit Komersial, Kepala Kredit Perumahan, dan beberapa Staf Keuangan.

“Bapak Nanang ini punya rencana bisnis yang hebat”, kata Kepala Cabang. “Bisakah kita menyediakan pendanaan untuknya?”

Wow, fantastik. Tapi kisah ini tidak berahir di situ. Walaupun Bank sudah antusias, ia tidak begitu saja menerima tawaran yang justru sekarang datang dari pihak Bank. Ia berterima kasih kepada para Bankir tersebut dengan sopan, menggulung kembali kertas rencana, foto, dan gambar–gambar indahnya, serta berkata, “Terima kasih. Saya akan pikirkan kembali selama beberapa hari.”

Kemudian, sahabat saya tersebut pergi ke Bank pesaing di seberang jalan. Ia minta bertemu Kepala Cabang, dan inilah katanya:

“Selamat siang, Pak Kepala Cabang, saya perlu saran Anda. Bank XYZ di seberang jalan menawarkan pendanaan bagi proyek properti saya senilai 3 Milyar, tapi saya ragu untuk menerimanya. Saya perlu pendapat Anda”. Itulah persisnya yang ia lakukan. Tak perlu waktu lama bagi Kepala Cabang Bank yang kedua untuk menawarkan pendanaan kepadanya, dan dengan bunga yang lebih baik.

Tunggu. Kisah bernilai 3 Milyar ini belum usai. Ia kembali lagi ke bank pertama. “Pak Kepala Cabang, sekarang saya benar – benar kesulitan dan perlu bantuan Anda”, demikian ia katakan. “Bank ABC seberang jalan baru saja menawarkan pendanaan bagi proyek ini. Seperti ini tawaran mereka. Menurut Anda, apa yang harus saya lakukan?” Tidak perlu berpikir. Kepala Cabang Bank pertama tak hanya menyamai tawaran manajer bank kedua; ia bahkan mengalahkannya. Ia memperoleh pendanaan tersebut. Sekarang, perumahan tersebut sudah berdiri dengan nama Meninting Garden/Regency (saya lupa namanya) di Lombok, sudah habis terjual dan kerjasama bank tersebut dengan sahabat saya berlangsung terus hingga kini.

Kisah ini bukan hanya tentang mengumpulkan uang. Inilah salah satu ilustrasi terbaik saya tentang dahsyatnya menjungkirbalikkan cara berpikir Anda. Ketika menceritakan kisah ini dalam seminar – seminar saya, saya sering ditantang oleh peserta yang merasa sangat gusar. Berikut contoh komentar mereka: “Kenapa tidak bicara langsung saja kepada bank pertama dan mengajukkan kredit? Tidakkah sebaiknya Anda langsung menerima tawaran kredit yang pertama dan tidak membahayakan hubungan Anda dengan pergi ke bank pesaing? Mengapa Anda perlu penawarankredit kedua? Tidakkah Anda khawatir kedua bank tersebut tersinggung dan sama sekali tidak mau memberikan kredit mereka?”

Jawaban saya sederhana: Jangan jadi seorang orang pinter, Jadilah seorang bodoh yang kaya, yang berpikir terbalik. Apa risko terburuknya? Posisi saya sama seperti ketika mulai – mencari pinjaman. Apa yang terjadi? Saya tidak hanya menemukan satu, tapi dua pemain besar sekaligus yang mau mendanai usaha saya.


Berhentilah merasa takut. Berhentilah mengikuti aturan yang tidak juga membuat Anda kaya. Mulailah mengembangkan kehidupan Anda dengan memperluas jejaring kontak, informasi, dan potensi Anda. Maju terus. Ambil risiko. Bertindaklah lebih berani. Jadilah seorang Bodoh Yang Kaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar